Seseorang menjadi besar karena jiwanya besar. Tidak ada jiwa besar
tanpa jiwa yang punya semangat berkorban. Berkat semangat berbagi, berkorban
dan berjuang, ummat ini telah menjadi ummat yang besar, dan disegani dunia
dalam sejarahnya. Mari kita kembalikan kebesaran ummat ini dengan menyemai
semangat memberi, berkorban dan mujahadah pada diri dan keluarga kita
.
Renungan
Merenungkan
perjalanan bangsa ini —terutama antara tahun 2005-2011— berarti membaca musibah
dan bencana yang tanpa pandang bulu silih berganti menimpa saudara-saudara
kita. Tsunami, banjir, gunung meletus, longsor, gempa bumi, demam berdarah,
busung lapar, adalah sederet catatan renungan yang memilukan rasa kemanusiaan
kita.
Namun demikian,
rasa iba dan kasihan bukanlah sesuatu yang dapat menyelesaikan penderitaan
mereka. Saat ini, mereka memerlukan dukungan riil dan motivasi untuk bangkit.
Kehadiran kita dengan segenap sumberdaya yang kita korbankan untuk mereka di
tengah-tengah mereka sangat membantu mereka menumbuhkan harapan dalam merajut
masa depannya.
Mengorbankan
segenap sumberdaya yang kita miliki untuk menumbuhkan harapan dan semangat
hidup mereka tentu menjadi nilai tersendiri buat mereka. Bahkan, apabila
dilaksanakan sepenuh hati hanya karena Allah, untuk membuktikan bahwa kita
sangat mencintai Allah, maka hal demikian adalah cinta dengan tingkatan
tertinggi. Bentuk cinta seperti inilah yang termanifestasi dalam pengorbanan
Nabi Ibrahim as. kepada Allah Swt.
Kurban, sebagai
manifestasi ketaatan terhadap perintahNya, meneladani RasulNya serta
memperingati peristiwa pengorbanan Nabi Ibrahim dan Ismail as. Sesungguhnya ada
hubungan yang kuat antara pelaksanaan shalat ‘Idhul adha,
penyembelihan qurban, dengan eksistensi kita bahkan masa depan kita sebagai
umat beriman. Sebagaimana digambarkan dalam (QS Al-Kautsar: 1-3) Sesungguhnya
kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat
karena Tuhan-mu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu,
dialah yang terputus.
Surat Al
Kautsar sungguh memberi kabar gembira kepada umat akhir zaman. Betapa Allah SWT
yang Maha Rahman telah memuliakan nabi Muhammad saw dengan pelbagai karunia. Sedang
bagi kita selaku ummat beliau, semua itu merupakan kabar gembira, bahwa jika
kita memenuhi syaratnya maka karunia itu pun disediakan bagi kita. Syaratnya
hanya dua saja, yaitu menunaikan shalat dan menyembelih binatang karena rasa
syukur kita atas nikmat Allah yang tak terhitung satuan maupun jumlahnya.
Dengan memperbanyak shalat yang juga bermakna do’a dan banyak berkorban, nikmat
dan karunia dari Allah tidak akan pernah berkurang bagi yang melaksanakannya.
Justru dengan jalan itu, karunia Ilahi akan terus ditambahkan sepanjang jalan
shalat dan pengorbanan.
Tetapi
sebaliknya, apabila jalan shalat dan pengorbanan itu tidak ditempuh, karena
memperturutkan kemalasan dan kebakhilan, maka Allah tegaskan ”Inna Syaaniaka
Huwal Abtaru” (QS Al-Kautsar: 3). Karena disebabkan keengganan
mengikuti sunnah Rasulullah saw berupa penunaian shalat dan kurban, maka
keterputusan aliran rahmat Allah SWT telah menjadi ketetapan. Suatu gambaran
masa depan yang suram, sebab tanpa rahmat Allah maka kegelapan lahir batin
telah menanti. Kegelapan individual kemudian kegelapan sosial menjadi tak
dapat dihindari.
Posisi
kesyukuran dan pengorbanan tertinggi itu adalah untuk kebaikan sesama atau
orang banyak. Tentu saja dasarnya kerelaan yang bukan setengah hati.
Berkorban merupakan
investasi sosial karena jelas, pengorbanan baik material maupun moral
memberikan dampak sosial yang positif. Dalam Al Quran Surah Annisa ayat 114
disebutkan: “Bahwa
tidak ada kebaikan dalam pembicaraan atau wacana yang diadakan, kecuali untuk
mengajak orang bersedekah, memerintahkan yang ma’ruf, atau untuk mendamaikan
sengketa di antara masyarakat. Dan barangsiapa melakukan itu karena ridha Allah
niscaya berbalas pahala yang besar.
Menumbuh
kembangkan spirit pengorbanan merupakan bagian mendasar dalam rangka
pembentukan karakter masyarakat dan bangsa yang beradab. Seorang pemimpin
sejati akan lebih mengutamakan pada
kekitaan untuk memikirkan masyarakatnya daripada mengutamakan ke akuan untuk
semata memikirkan kepentingan diri sendiri. Itulah yang dicontohkan oleh
baginda Rasulullah saw, sebagai sosok pemimpin yang selalu konsen kepada
kepentingan kita, dan secara adil/proporsional memberi kasih sayangnya kepada
semua.
Namun apa yang
kita saksikan dewasa ini bahwa jiwa pengorbanan pada banyak kalangan telah
digeser oleh semangat atau nafsu mengorbankan orang lain. Bahkan sebetulnya
bukan orang lain, tapi saudara sebangsa bahkan seprofesi dan satu lembaga.
Secara mental dan moral manusia, ada kerusakan yang serius, yaitu hilangnya
kejujuran dan diputusnya keterkaitan antara apa yang diperbuat di dunia ini
terhadap negeri akhirat. Dengan hilangnya kejujuran maka yang menggantikannya
adalah kedustaan. Bermula dari dusta antar personal bahkan kemudian berkembang
menjadi kedustaan publik.
Kalau sudah begitu, tidak ada lagi orang yang mau mengakui kesalahan malah
justru menyalahkan pihak lain, dan ujung-ujungnya mengorbankan pihak lain
demi membela akuisme personal. Dalam konteks ini Rasulullah saw telah
memberikan peringatan dengan sabdanya: ”Hati-hati dengan dusta, sebab dusta
akan membawa pada perbuatan dosa, dan perbuatan dosa akan menyeret ke neraka.
Seseorang berulang kali berdusta hingga terbentuk sifat dan dituliskan
sebagai pendusta” (Riwayat Muslim)
Egoisme bermula
dari ketidak pedulian terhadap sesama, kemudian demi untuk memenangkan diri
maka orang menjadi tidak ragu untuk melakukan kedustaan yang tentu saja
merugikan orang lain. Berikutnya orang akan menutupi kebohongan pertama dengan
kebohongan-kebohongan berikutnya secara berlapis-lapis.
Bukti
cinta
Mari kita
sadari betapa Allah telah memberikan kita karuniaNya yang banyak. Sebagai
makhluk yang tahu berterima kasih, marilah kita
mendekat kepada Allah. Jangan pernah tinggalkan shalat, perbanyak
shalat sunat dan syukur nikmat. Mari belajar berempati kepada sesama dengan
sebentuk pengorbanan, moral dan/atau material. Mari syi’arkan ’idul qurban ini
dengan menyaksikan, membantu atau juga menyembelih seekor hewan kurban, demi
memenuhi seruan Allah, meneladani Rasulullah, memperingati pengorbanan kekasih
Allah Nabi Ibrahim & Ismail as, dan untuk belajar berempati terhadap
saudara-saudara kita yang kurang mampu.