Kebahagiaan adalah hal yang senantiasa dicari
manusia sepanjang hidupnya. Apapun yang dilakukan seseorang –disadari
ataupun tidak– sesungguhnya selalu menuju pada satu muara kata
‘bahagia’.
esqmagazine.com
Ada beragam cara manusia dalam mendapatkan kebahagiaan. Ada yang
mencarinya dengan berusaha mendapatkan materi dan kekayaan sebanyak
mungkin. Inilah yang disebut dengan physical happiness. Kebahagiaan
fisik adalah ketika seseorang merasa bahagia ketika mendapat gaji
besar, bonus tahunan, mobil mewah ataupun rumah megah; penampilan dan
wajah yang cantik dan rupawan; atau pakaian dan perhiasan yang indah. Physical happiness membuat
seseorang terjebak pada pola hidup konsumerisme. Ia menjadi sangat
konsumtif karena mengejar kebahagiaan dengan memiliki materi.
Ada pula orang yang merasa bahagia ketika mendapatkan pujian,
penghargaan, atau pengakuan atas prestasi yang diraih. Itulah yang
dinamakan emotional happiness. Riuhnya tepukan, piagam dan medali penghargaan, serta pujian dari masyarakat luas akan membuatnya begitu bahagia.
Physical dan emotional happiness cenderung sulit
untuk dipenuhi karena sifat manusia selalu merasa tidak pernah puas.
Kita bisa melihat pada pemberitaan di media masa tentang maraknya kasus
korupsi. Hampir semua pelaku korupsi tingkat tinggi adalah orang yang
berada di tingkat ekonomi menengah ke atas. Hal ini secara gamblang
menunjukkan bahwa manusia selalu merasa tidak puas dengan apa yang
dimilikinya. Menyandarkan kebahagiaan pada materi, tidak mungkin dicapai
karena keinginan manusia selalu bertambah.
Mengejar physical dan emotional happiness kerap
berujung pada kekecewaan bahkan stres. Pada pemilihan calon legislatif
lalu, kita bisa melihat banyaknya orang yang menjadi sakit jiwa dari
mulai yang ringan hingga berat ketika mereka gagal terpilih. Yang lebih
tragis lagi bahkan ada yang sampai melakukan bunuh diri. Keinginan untuk
memiliki jabatan tinggi agar mendapat penghasilan dan penghargan yang
lebih tinggi, malah berujung mengenaskan.
Banyak orang yang gagal dalam upaya mencari kebahagiaan, terutama di
kalangan remaja. Tingginya jumlah pengguna narkoba bahkan cenderung
meningkat dari tahun ke tahun, merupakan bukti nyata banyak orang yang
keliru memaknai arti kebahagiaan. Mereka terjebak pada kebahagiaan semu
sehingga lari pada dugem, clubbing, gaya hidup konsumerisme, atau obat terlarang yang jelas sangat merusak dan menghancurkan diri.
Banyak orang yang tidak menyadari sesungguhnya ada jenis kebahagiaan yang ketiga yaitu spiritual happiness.
Kebahagiaan spiritual adalah ketika seseorang mampu memaknai untuk apa
mereka diciptakan, apa tujuan hidup mereka, dan mau kemana mereka kelak.
Berbeda dengan physical dan emotional happiness yang selalu ingin ‘memperoleh’, spiritual happiness justru
membuat seseorang ingin selalu ‘memberi’. Seorang nenek akan sangat
bahagia ketika ia bisa memberikan uang pada cucunya. Ia merasa bahagia
justru ketika memberi, bukan menerima. Ketika si nenek dilarang memberi,
maka ia justru akan sedih.
Physical dan emotional happiness membutuhkan biaya
besar, menimbulkan pemborosan, juga menimbulkan kesenjangan sosial,
karena umumnya manusia makin serakah dan sibuk mengejar kepentingannya
dirinya sendiri tanpa peduli pada orang lain. Korupsi, pembalakan hutan,
pemalsuan obat, pengoplosan minyak, adalah perilaku manusia yang hanya
mengejar kebahagiaan duniawi. Karena itu physical dan emotional happiness yang
berlebihan dapat merusak bangsa, karena sumber daya alam yang terbatas
diperebutkan banyak orang yang serakah dan selalu merasa tidak puas.
Sedangkan spiritual happiness justru membuat orang berlomba-lomba untuk melakukan kebaikan, saling memberi, dan tolong-menolong.
Kini tampak bahwa solusi bagi masalah bangsa yang tengah dilanda krisis adalah menyadarkan tentang spiritual happiness. Mengatasi
korupsi yang telah mengakar di bangsa ini dengan penegakkan hukum saja,
sama dengan mengatasi lumpur Lapindo dengan hanya membangun tanggul.
Jika sumber lumpurnya tidak diatasi, maka tanggul akan tetap jebol.
Karena itu perlu adanya sebuah program yang dapat menyadarkan masyarakat akan spiritual happiness. Spiritualitas
akan menuntun manusia untuk menyadari bahwa kebahagiaan sesungguhnya
dirasakan ketika memberi bukan saat menerima. Memberi adalah jati diri
manusia karena ia adalah cerminan dari Sang Pencipta yang memiliki sifat
Al Wahab yaitu “Yang Maha Memberi”. Spiritual happiness akan membuat bangsa ini bangkit dan maju mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan lahir dan batin. (Ary Ginanjar Agustian)
sumber: http://esq-news.com/2009/08/04/318/meraih-kebahagiaan-sejati.html