Syetan itu
tidak terlihat wujudnya akan tetapi hasilnya jelas nyata. Akibatnya siapa saja
yang terkena rayuannya, pasti akan sengsara di dunia maupun di akhirat. Syetan
pun tidak punya pekerjaan lain selain menipu dan menjerumuskan manusia.
Sedangkan kita begitu tersibuki oleh berbagai kegiatan duniawi. Sementara itu
sang syetan ternyata banyak sekali temannya sehingga dengan mudah dapat
mengganggu kita sedangkan kita seorang diri melawannya. Karenanya jangan heran
kalau banyak manusia di dunia ini menjadi korban tipu muslihat syetan. Bisa
jadi termasuk kita sendiri. Naudzubillaah! Salah satu firman Allah, “Dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah syetan…” (QS. Al-Baqarah: 208). Allah menggunakan
kata khuthuwat. Yang artinya langkah-langkah, tahap-tahap, rencana demi
rencana.
Syetan memang mengajak mangsanya melakukan dosa dan kemaksiatan.
Kalau bisa langsung dosa syirik yang tidak bakalan diampuni oleh Allah. Yang
tentunya tidak langsung diarahkan ke dosa-dosa tersebut. Ia pakai strategi dan
menggunakan tahapan-tahapan, digiring dulu mangsanya untuk melakukan
muqaddimah-muqaddimah. Pada awalnya mungkin baik, mulia, tulus, dan indah.
Mungkin ini sebagai tes untuk melakukan tahapan-tahapan berikutnya.
Apalagi pada ayat tadi yang dipanggil oleh Allah adalah orang-orang
yang beriman. Yang dalam hati mereka sudah ada iman. Sekecil apapun keimanan
itu, masih takut sama dosa, masih malu sama kemaksiatan. Makanya syetan memakai
strategi dan tahapan-tahapan. Tidak mungkin ia langsung menyuruh orang beriman
langsung melakukan zina, misalnya, na’udzu billah. Atau langsung menyembah
berhala. Atau langsung korupsi. Atau langsung membunuh. Karena orang beriman
tahu dosa-dosa itu. Untuk perbuatan zina misalnya, mungkin syetan pakai langkah-langkah
yang baik pada awalnya, silaturahim lawan jenis, ta’aruf, saling mengingatkan
dalam kebaikan, bangunin qiyamul-lail, mengingatkan pengajian, dan sebagainya.
Jika sukses, ia akan mengajaknya menggunakan langkah-langkah follow up-nya, dan
seterusnya yang tentunya itu adalah rahasia syetan.
Sehingga
kita harus waspada. Kalau ujung-ujungnya adalah kemaksiatan dan dosa, pasti itu langkah-langkah syetan, khuthu-wat
syaithan. seperti kisahnya pendeta Barsisa yang terkenal alim yang hidup
pada masa Nabi Musa. Di kisahkan dia adalah orang yang sangat alim, pintar dan
terhormat. Keimanannya pada Allah susah dibandingkan dengan orang lain. Melihat
orang yang beriman, si iblis tidak senang. Maka iblis terus berusaha menggoda
sang pendeta agar murtad dan menjadi kafir. Tapi usaha si iblis ini belum
menemukan hasil yang memuaskan. Sampailah kemudian iblis menemukan ide brilian.
Si iblis
mengirim pendeta itu seorang pembantu perempuan yang sangat cantik jelita.
Perem-puan ini bertugas menggoda sang pendeta. Akhirnya terjadilah apa yang
seharusnya tidak terjadi. Dengan berbagai tipuan licik, si perempuan berhasil
membujuk pendeta untuk meminum arak. Setelah mabuk, perempuan itu berhasil
merayu sang pendeta untuk berbuat keji. Maka terjadilah kehamilan pada diri
wanita itu. Melihat itu semua Barsisa khawatir, karena hal itu akan mencemarkan
nama baiknya. Akhirnya perempuan itu dibunuh.
Singkat cerita pendeta barsisa dijatuhi hukuman mati. Dalam puncak
penyiksaannya datanglah iblis dalam wujud yang sebenarnya. Dia berkata, “Jika
kau mau seluruh siksaan ini diakhiri, sembahlah aku!” pendeta Barsisa
menolaknya. Ketika pendeta Barsisa tampak sudah tak kuat lagi, iblis
mendesaknya, “Sembahlah aku, akan aku buat seluruh siksaan ini selesai dan kau
cepat menemui kematian. Kau cukup menundukkan kepalamu saja sebagai tanda kau
sujud kepadaku!” akhirnya pendeta Barsisa pun menundukkan kepala. Tepat ketika
itu Allah mencabut nyawa pendeta Barsisa dan dia pun meninggal dalam keadaan
menyembah syetan. Dari kisah itu kita dapat mengambil pelajaran, bahwa jangan
sekali-kali tergoda untuk menuruti hawa nafsu barang sekali pun. Karena begitu
sekali tergoda maka kemaksiatan yang berikutnya tinggal nunggu giliran.
Atau seperti kisah sepasang suami istri, yang taat kepada Allah
walaupun hidup dalam kekurangan. Sang suami terkenal dengan alim yang taqwa dan
tawakkal. Tetapi sang istri mengeluh kepada suaminya dan menyuruh suaminya
untuk mencari jalan keluar mengatasi kemiskinan mereka. Pada suatu hari, suami
yang alim itu berangkat ke kota, untuk mencari pekerjaan. Di tengah perjalanan dia
melihat sebatang pohon besar yang tengah dikerumuni orang. Ternyata orang-orang
itu sedang memuja-muja pohon yang konon keramat dan sakti itu. "Ini syirik"
fikir lelaki yang alim tadi. "Ini harus dihancurkan, masyarakat tidak
boleh dibiarkan menyembah serta meminta selain Allah". Maka dia pulang dan
mengambil sebilah kapak yang diasah tajam. Sebelum sampai di tempat pohon itu,
tiba-tiba muncul sesosok tubuh tinggi besar dan hitam. Dia adalah iblis yang menyerupai
sebagi manusia. "Hai, mau ke mana kamu?" tanya si iblis. Orang alim
tersebut menjawab, "Saya mau menuju ke pohon yang disembah-sembah orang
bagaikan menyembah Allah, saya sudah berjanji kepada Allah akan menebang roboh
pohon syirik itu". "Yang penting kamu tidak ikut-ikutan syirik
seperti mereka, sudah pulang saja".
"Tidak boleh, kemungkaran harus dihancurkan," jawab si alim
bersikap tegas. "Berhenti, jangan teruskan!"
bentak iblis marah. "Akan saya teruskan!" Akhirnya terjadilah perkelahian antara orang
alim tadi dengan iblis. Kalau melihat perbedaan badannya, seharusnya orang alim
itu dengan mudah boleh dikalahkan, namun ternyata iblis menyerah kalah.
Kemudian dengan berdiri menahan kesakitan dia berkata, "Tuan, maafkanlah
kekasaran saya. Saya berjanji, apabila Tuan selesai menunaikan sembahyang
Subuh, di bawah tikar sembahyang Tuan saya sediakan uang emas empat dinar.
Mendengar janji iblis dengan uang emas empat dinar itu, lunturlah kekerasan tekad
si alim tadi. Ia teringat isterinya yang mengeluh setiap hari. Kemudian dia
mengurungkan niatnya untuk menebang pohon itu. Hari pertama, ketika si alim
selesai sembahyang, dibukanya tikar sembahyangnya dan terdapat empat dinar uang
emas. Begitu juga hari yang kedua sampai hari ketiga. Tapi pada hari keempat
dia mulai kecewa. Di bawah tikar sembahyangnya tidak ada apa-apa lagi keculai
tikar pandan yang rapuh. Isterinya mulai marah karena uang yang kemarin sudah
habis. Si alim dengan lesu menjawab, "Jangan khawatir, besok barangkali
kita bakal dapat delapan dinar sekaligus.”
Keesokkan harinya selesai sembahyang dibuka tikar sajadahnya kosong. “Kurang
ajar, penipu,” teriak si isteri. “Ambil kapak, tebanglah pohon itu”. Akan aku
habiskan pohon itu," sahut si alim itu. Maka segera ia menuju ke arah
pohon yang syirik itu. Di tengah jalan iblis yang berbadan tinggi besar
tersebut sudah menghalang. "Mau ke mana kamu?" hardiknya menggegar.
"Mau menebang pohon," jawab si alim dengan gagah berani.
"Berhenti, jangan lanjutkan." "Bagaimanapun juga tidak boleh,
sebelum pohon itu tumbang." Maka terjadilah kembali perkelahian yang hebat.
Tetapi kali ini bukan iblis yang kalah, tapi si alim yang terkulai. Dalam
kesakitan, si alim tadi bertanya kepada iblis, "Dengan kekuatan apa engkau
dapat mengalahkan saya, padahal dulu engkau tidak berdaya sama sekali?" Iblis
itu dengan angkuh menjawab, "Tentu saja engkau dahulu boleh menang, karena
waktu itu engkau keluar rumah untuk Allah. Andaikata kukumpulkan seluruh
belantaraku menyerangmu sekalipun, aku takkan mampu mengalahkanmu. Sekarang
kamu keluar dari rumah hanya karena tidak ada uang di bawah tikar sajadahmu.
Maka biarpun kau keluarkan seluruh kebolehanmu, tidak mungkin kamu mampu
menjatuhkan aku. Akhirnya sang alim pulang dengan rasa bersalah, karena niatnya
memang sudah tidak ikhlas karena Allah lagi. Ia sadar perjuangan yang semacam
itu tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebab tujuannya adalah karena harta benda,
mengalahkan keutamaan Allah dan agama. Bukankah yang seperti itu adalah
menyalahgunakan agama untuk kepentingan hawa nafsu semata-mata? Wallahu A’lam.
Oleh: Roqit Kautsar